Inameq

Steel ship corrosion
Steel ship corrosion

Korosi kapal baja

Korosi Kapal

Korosi kapal baja baik untuk kapal kecil, kapal menengah dan kapal besar akan mengakibatkan turunnya kekuatan dan umur pakai kapal, sehingga dapat mengurangi jaminan keselamatan muatan barang dan penumpang kapal. Untuk menghindari kerugian yang lebih besar akibat korosi air laut maka diperlukan suatu perlindungan korosi pada pelat kapal dan lambung kapal. Korosi kapal dapat di tanggulangi dengan berbagai cara antara lain dengan menggunakan anoda dan cat (coating) kapal.

Korosi kapal baja dapat dibedakan menjadi menjadi 5 jenis yaitu korosi merata, pelobangan, korosi tegangan, korosi erosi dan korosi celah.

1. Korosi Merata atau uniform corrosion adalah seluruh permukaan pelat terserang korosi biasanya pada bagian pelat yang berada diatas garis air.

2. Korosi Pelobangan (pitting corrosion), pada permukaan pelat terjadi lobang yang semakin lama akan bertambah dalam dan akhirnya dapat menembus pelat kapal.

3. Korosi Tegangan (stress corrosion), korosi pada bagian pelat yang memikul beban besar.

4. Korosi Erosi (errosion corrosion), korosi yang terjadi pada material yang menerima tumbukan partikel cairan yang mengalir dengan kecepatan tinggi.

5. Korosi Celah (crevice corrosion), korosi yang terjadi pada celah, daerah jepitan, sambungan dan daerah yang ditutupi binatang dan tumbuhan kecil.

Untuk mengatasi korosi kapal baja ini dapat dikurangi seminimum mungkin sehingga nilai laju korosi kapal baja semakin kecil, begitu juga dengan korosi kapal baja kita hanya dapat menekan nilai laju korosi seminimum mungkin sehingga umur kapal dapat sesuai dengan rencana awal agar dapat menekan nilai kerugian yang di akibatkan oleh timbulnya korosi di kapal.

Marine korosi

Korosi adalah suatu pokok bahasan yang menyangkut berbagai disiplin ilmu, atau dengan kata lain, ini menghubungkan unsur-unsur fisika, kimia, metalurgi, eletronika dan perekaysaan. Kebanyakan dari yang berkecimpung adalah yang mempunyai latar belakang dari salah satu ilmu itu tetapi tidak semuanya. Jadi seorang pakar elektrokimia tidak harus mendalami aspek-aspek korosi dari segi metalurgi atau rekayasa, begitu pula sebaliknya (Tretheway dan chamberlain, 1991).

Gustavo, 2003 mendefiniskan korosi sebagai reaksi kimia/eletrokimia diantara material, yang sering kali metal ataupun campuran dan lingkungannya yang menghasilkan detonasi dari material dan propertiesnya.

Definisi lain dari korosi adalah kumpulan dari keseluruhan proses dengan jalan dimana metal atau alloy yang digunakan untuk material struktur berubah bentuk dari bersifat metal menjadi beberapa kombinasi dari kondisi yang disebabkan interaksi dengan lingkungannya. Dengan demikian korosi diartikan juga sebagai kerusakan atau keausan dari material akibat terjadinya reaksi dengan lingkungan yang didukung oleh faktor-faktor tertentu (Supomo, 2003).

Dari berbagai pendapat dari pendefinisian korosi diatas, secara eksplisit berbeda berdasarkan perkembangan akan ilmu korosi. Namun dapat dikatakan memiliki inti sari yang sama yaitu fenomena degradasi bahan (umumnya pada logam) karena berekasi dengan lingkungannya.

Prinsip terjadinya korosi

Beberapa ahli berpendapat bahwa pengkaratan tidak hanya terjadi pada logam saja, non logam juga mengalami korosi yang kemudian digolongkan kedalam korosi non logam. Sebagai contoh, lunturnya warna cat akibat adanya sengatan matahari, kendorya karet akibat pengaruh panas dan cuaca, lapuknya konstruksi berbahan kayu akibat adanya jamur dan masih banyak lagi contoh korosi non logam lainnya.

Sedangkan korosi pada logam dibedakan menjadi dua kelas yaitu “basah” dan “kering”. Pada korosi kering, korosi terjadi pada gas/logam penghubung (metal surface) dan air tidak banyak mempengaruhi reaksi yang terjadi. Pada basah, alat penghubungnya adalah metal/solution. Sedangkan berdasarkan bentuknya, korosi pada logam dibedakan menjadi dua grup yaitu korosi “general/umum” dan “Localized/terpusat” (Fontana, 1986).

Secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi cepat atau lambatnya suatu proses korosi adalah :

A. Material konstruksi

Material yang digunakan dalam konstruksi memiliki nilai mendasar dalam menentukan umur dan kekuatan dari konstruksi. Pemilihan material yang sesuai akan mengurangi dampak negatif dari korosi.

B. Kondisi lingkungan/media

Kondisi lingkungan dimana material suatu konstruksi akan dibuat, juga harus dipertimbangkan. Karena berkaitan erat dengan proses dan kecepatan media korosi. Material untuk kondisi air laut berbeda dengan kondisi air tawar. Sehingga dapat dikatakan korosi yang timbul dipengaruhi oleh media korosif yang ada disekitar.

C. Bentuk konstruksi/susunan

Bentuk konstruksi yang biasanya diabaikan oleh sebagian orang memiliki efek terhadap proses korosi yang tidak sedikit dampak negatifnya. Karena sedikit banyak berpengaruh terhadap kecepatan korosi.

D. Fungsi konstruksi

Konstruksi baja untuk operasi suhu tinggi (high temperature) dibandingkan dengan untuk operasi suhu rendah (low temperature) akan memiliki perlakuan yang berbeda dalam pertimbangan menentukan material diawal.

Korosi di lingkungan air terbentuk karena penggabungan besi dan oksigen dalam udara dapat terjadi karena adanya air dalam bentuk uap air.

Kebanyakan logam yang diproduksi secara besar-besaran untuk keperluan rekayasa memiliki cacat volume, bahkan logam murni yang bebas dari semua cacat dari proses produksi masih dapat mengalami korosi selektif pada batas butir. Semua reaksi korosi di lingkungan air dapat dianggap tidak berbeda dengan contoh sel korosi basah sederhana, meskipun sel itu merupakan bagian dari permukaan logam yang sama anoda dan katoda biasanya dapat dibedakan. Dimana kita dapat menduga bahwa besilah yang akan menjadi anoda ketika diperbandingkan dengan larutan ion-ion hidrogen (besi larut dalam asam). Persamaan-persamaan untuk reaksi itu adalah :

• Ketika besi terlarut

Fe(S)? Fe2+ + 2e

• Ketika gas hidrogen terbentuk

2H+ + 2e ? H2(g)

• Reaksi keseluruhan

Fe(S) + 2H+ ? Fe2+ + H2 (g)

Jenis – jenis korosi

Jenis sangat tergantung pada perbedaan komposisi kimia dalam elektrolit dan perbedaan komposisi dari logam. Secara umum tipe korosi dibedakan menjadi 4 macam, antara lain : General Corrosion Attack (korosi merata), Localized Type Attack (korosi terpusat), Stress Associated Attack (korosi tegang), Movement Associated Attack (korosi aliran). Tipe-tipe yang telah disebutkan memiliki spesifikasi tersendiri, misalnya faktor penyebab terjadinya korosi dan penanggulanan dari korosi (Jones, 1996).

Korosi seragam

Seragam atau biasa disebut dengan serangan seragam merupakan suatu bentuk korosi elektrokimia yang terjadi dengan tingkat ekuivalen tinggi pada seluruh bagian permukaan yang diuji dan sering kali meninggalkan suatu kerak dibalik permukaan atau endapan. Dengan mikroskop dapat terlihat bahwa reaksi reduksi dan oksidasi yang terjadi pada permukaan terlihat lebih acak. Pada umumnya seragam terjadi pada besi, baja dan barang-barang yang terbuat dari perak. seragam pada umumnya lebih dapat diterima dibanding korosi lainnya karena korosi seragam dapat diprediksi dan didesain untuk kemudahan yang relatif.

Celah (crevice corrosion)

Dimasa lampau, penggunaan istilah  celah (crevice corrosion) dibatasi hanya untuk serangan terhadap paduan-paduan yang oksidanya terpasifkan oleh ion-ion agresif seperti klorida dalam celah-celah atau daerah-daerah permukaan logam yang tersembunyi. Serangan dalam kondisi serupa terhadap logam tidak terpasifkan dahulu disebut aerasi diferensial. celah adalah serangan yang terjadi karena sebagian permukaan logam terhalang dari lingkungan dibanding bagian lain logam yang menghadapi elektrolit dalam volume besar.

Sumuran (pitting corrosion)

Menurut Tretheway dan chamberlain, 1991, sumuran (pitting corrosion) adalah korosi lokal yang secara selektif menyerang bagian permukaan logam yang :

(a) Selaput pelindungnya tergores atau retak akibat perlakuan mekanik;

(b) Mempunyai tonjolan akibat dislokasi atau slip yang disebabkan oleh tegangan tarik yang dialami atau tersisa;

(c) Mempunyai komposisi heterogen dengan adanya inklusi, segregas atau presipitasi.

Pengamatan terhadap lubang-lubang akibat korosi celah kadang – kadang dapat menyebabkan kita bingung tentang perbedaan antara korosi celah dan korosi sumuran. Korosi sumuran dapat dibedakan dari korosi celah dalam fase pemicuannya. Korosi celah dipicu oleh beda konsentrasi oksigen atau ion-ion dalam elektrolit, sedangkan korosi sumuran (pada permukaan yang datar) hanya dipicu oleh faktor-faktor metalurgi.

Tegangan (stress corrosion)

Peretakan korosi-tegangan (stress-corrosion cracking/SCC) adalah istilah yang diberikan untuk peretakan intergranuler atau transgranuler pada logam akibat kegiatan gabungan antara tegangan tarik statik dan lingkungan khusus.

Bentuk korosi ini lazim sekali dijumpai di lingkungan industri dan kendati demikian penelitian intensif telah dilaksanakan puluhan tahun, kita baru sampai pada pemahaman tentang proses-proses yang terlibat, sedangkan upaya-upaya pengendaliannya sendiri sampai sekarang masih sering gagal. Dalam teknologi reaktor air mendidih, SCC intergranuler pada system pipa baja nirkarat (tipe 304) merupakan masalah korosi utama, sementara dalam reaktor air bertekanan bahan yang sama ternyata retak bila dipakai sebagai pipa pengisi asam borat dan pipa pengisi bahan bakar. Kegagalan korosi-tegangan pada sudu-sudu turbin yang terbuat dari baja nirkarat (tipe 304) konon mencapai laju 4% per tahun (Tretheway dan chamberlain, 1991).

Dalam industri kimia, SCC pada baja nirkarat akibat peluruhan klorida dari bahan isolator panas terus menjadi masalah, kendatipun penyebabnya sudah begitu diketahui. Dalam tahun 1973, satu peristiwa kegagalan saja pada komponen dari baja nirkarat mendatangkan kerugian satu juta dolar (Tretheway dan chamberlain, 1991). Masalah serupa terus menghantui industri minyak karena pipa-pipa disumur yang dalam dan bertekanan tinggi memerlukan penggunaan baja berkekuatan tinggi yang diketahui rentan terhadap SCC, khususnya bila disertai kehadiran hydrogen sulfide.

Suatu bahan perintang telah digunakan secara konsisten dalam upaya meredakan korosi dalam situasi demikian, namun kegagalan-kegagalan, meskipun ada bahan perintang masih terus dilaporkan sampai 10 tahunsejak bahan tersebut terbukti tidak efektif (Tretheway dan chamberlain, 1991).

Karakteristik bakteri air

Bakteri memiliki cara bereproduksi secara aseksual yaitu dengan cara membelah diri secara biner. Bakteri dapat membelah diri dalam waktu 20 menit apabila kondisi lingkungannya sangat mendukung. Proses reproduksi bakteri mengalami beberapa fase, seperti fase transformasi, konjugasi dan transduksi. Ukuran bakteri dapat diketahui dengan cara menggunakan alat mikroskop yang dilengkapi dengan lensa okuler mikrometer. Ukuran bakteri dinyatakan dalam mikron (1 mikron = 0,001 mm). Panjang bakteri umunya berkisar 0,5 – 3,0 mikron dengan diameter berkisar 0,1 – 0,2 mikron.

Menurut Holt et al., 1997 berdasarkan cara hidupnya, bakteri dibedakan menjadai bakteri heterotrof dan autotrof.

Bakteri heterotrof

Bakteri heterotrof tidak memiliki klorofil, hidupnya sangat bergantung pada bahan organik yang ada disekitarnya, sehingga bakteri ini tidak dapat mengubah bahan anorganik menjadi bahan organik. Bakteri ini di klasifikasikan kedalam beberapa jenis, seperti :

1) Bakteri parasit

Bakteri jenis ini mendapatkan makanan dari organisme yang ditumpanginya (inang). Contoh : famili Spirochaetaceae

2) Bakteri saprofit (saprobakter)

Bakteri sprofit adalah bakteri membutuhkan sisa organisme yang telah untuk dijadikan makanannya. Bakteri ini merombak bahan organik menjadi anorganik melalui respirasi tak sempurna dan fermentasi dengan menggunakan gas – gas berupa : CO2, H2, CH4 (metana) , N2, H2S dan NH3. Contoh bakteri ini adalah sebagai berikut :

Escherichia coli, dalam keadaan tertentu dapat menguraikan asam semut (HCOOH) menjadi CO2 dan H2O.

Metahanobacterium omelianskii dan methanobacterium ruminatum menguraikan asam cuka (CH3COOH) menjadi metana (CH4) dan CO2.

Thiobacillus denitrificans, menguraikan nitrat ataupun nitrit dan menghasilkan N2, bakteri ini mengubah ferro menjadi ferri sehingga berpengaruh terhadap ketahanan korosi.

Desulfovibrio desulvoricans, dapat membusukkan bangkai dan menguraikan sulfat dalam keadaan basah dan menghasilkan H2S

3) Bakteri patogen

Merupakan bakteri parasit yang dapat menimbulkan berbagai penyakit pada hospes yang dihinggapi, seperti pada contoh berikut ini :

? Pada manusia : Salmonella typhi, Vibrio comma, Neisseria gonorrhoeae , dll.

? Pada tumbuhan : Bacterium papaya, Pseudomonas cattleyae, dll

? Pada Hewan : Bacillus anthracis, M. Avium dll

4) Bakteri apatogen

Merupakan bakteri yang tidak menimbulkan penyakit pada hospes, misalnya : Streptomyces griseus.

Read More :

author

Indonesia Marine Equipment

INAMEQ is provide all marine product (equipment and sparepart) and news about marine product to help procurement team at shipping industry, ship contractor, port contractor and oil gas company finding competitive price to directly connect with manufacturer and authorized local and international.

Similar Posts

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.